Kamis, 28 Juli 2011

ANDA MEMPUNYAI TUHAN ?? JANGAN BILANG ANDA MEMPUNYAI TUHAN SEBELUM IKUT UJIAN INI.. Kaya ulangan aje diuji-uji. Hehehe

Didunia ini banyak yg
mengaku Tuhan atau diakui
oleh pemeluknya sebagai Tuhan. Antara lain :
Yesus Budha
Syech Siti Jenar
Al-Halaj
Begawan Rajnees.

Dn Semuanya adlah berbentuk
manusia, tetapi diakui atau
mengaku sebagai Tuhan.
Apakah mereka itu Tuhan yg
sebenarnya.?
Untuk
mengetahuinya Islam mempunyai suatu alat test
untuk membuktikannya.
Dalam Al-Quran (QS 112: 1-4)
dikatakan:

“Katakanlah :
1. “Dia-lah Allah; Yg Maha Esa,
2. Allah adalah Tuhan yg
kepada-Nya bergantung segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak
dan tiada pula diperanakkan,
4 .dn tidak ada seorangpun/
sesuatupun yg setara dengan
Dia”

OK MARI KITA UJI Quran surat 112 ini:

1: Dia-lah Allah; Yg Maha Esa.

Apakah Yesus satu-satunya
yg dianggap Tuhan ?
Ternyata ada yg lain yaitu
Budha, Syech Siti Jenar, Al-Halaj dn Rajnees. Tapi
seupama anda keberatan dn
anda merasa manusia yg
anda anggap Tuhan adlah
satu-satunya,

Ok kita ke test
yang ke-2
QS 112 : 2:
2 .Allah adalah Tuhan yg kepada-Nya bergantung
segala sesuatu.

Apakah semua manusia saat
Yesus hidup bergantung sama Yesus??? Yesus saat itu ada di Yerusalem di Israel.
Apakah saat itu orang Jepang
bergantung pada Yesus???
Demikin juga berlaku buat
Budha, Syech Siti Jenar dll. ????

Test yang ke-3
QS 112 :3.

3. ia tiada beranak dn tiada pula diperanakkan.

Bukankah semua yg disebutkan diatas (Yesus,
Budha, Syech Siti Jenar,
Rajnees, Al-Halaj dll)
mempunyai awal dn akhir ?
Dilahirkan dari seorang wanita
dan mengalami kematian nantinya.?

Begawan Rajnees
saat ke Amerika tahun 1981
pernah melakukan serangkaian
workshop keagamaan.
Di Oregon dia membangun
Rajness Furm. Kemudian dia
ditangkap di Amerika dan
menaruhnya di Furmbash,

disana dia mengaku sebagai
Tuhan. Di dalam penjara dia
MEMINTA ROKOK (HAHAHA Tuhan
merokok)
Tahun 1985 dia
kembali ke India. Di kota Puna
dia membuat markas yg dikenal sebagai masyarakat
Osho. Disana tertera tulisan di
nisannya“Rajnees tidak pernah
lahir dan mati, pernah singgah
di planet Bumi pada tanggal 11
Des 1931-19 Jan 1990”Mereka
lupa menulis dalam batu
nisannya bahwa Rajnees pernah ditolak masuk ke21 negara karena tidak punya Visa (bayangkan ada Tuhan mengemis Visa hahahahaha)
Dan kepala
Uskup Agung Grees mengatakan“kalau pemerintah tidak mengusirnya,
saya akan membakar
rumahnya dan semua pengikutnya” Rajness yg
mengaku Tuhan ternyata amat
menderita dengan penyakit
asma(BENGEK)
TUHAN KO BENGEK.. menderita penyakit gula
dan nyeri punggung kronis.
Bayangkan ada Tuhan yang
mempunyai penyakit
Kompleks.
Mungkinkah tuhan seperti itu???

Ujian yang ke-4
QS 112 : 4:
Dan tidak ada
seorangpun/sesuatupun yang
setara dengan Dia.

Kalau ada Tuhan yg kekuatannya diperbandingkan
dengan sesuatu berarti dia
bukan Tuhan.

Lihat injil Kej 18:32.
TUHAN KALAH BERPERANG DENGAN YAKUB.

Mungkinkah tuhan bisa kalah
Dengan Manusia biasa ??
Sedangkan Manusia TUHAN YANG MENCIPTAKAN...
MANA MUNGKIN YG MENCIPTAKAN KALAH DNGN YG DI CIPTAKAN ????
Aneh.
Tuhan tidak dapat dibandingkan dengan sesuatu.
Yesus, Rajnees, Budha, Syekh
Siti Jenar, Al-Halaj bukankah
semuanya berbentuk manusia,
yg makan, minum, tidur, dn disusui saat masih bayi.
Waktu masih kecil semuanya bermain-main layaknya anak-anak kecil.
MUNGKIN MIMISAN LEHOAN ATAU MAAF2 CONGEAN.
Hahaha.
Mungkinkah TUHAN SEPERTI ITU ??
Semuanya punya
kekurangan dan kelebihan
masing-masing..
Kesimpulan:
Dari semua nama yg tercantum diatas dan yang belum tersebutkan, tidak satupun yang lulus dari test surat Al-Ikhlas 112:1-4.

Jadi kalau anda mengaku sebagai
Tuhan, anda harus lulus dari
Tes ini. Jika tidak, maka anda
adalah Tuhan
gadungan. Mungkin anda
bertanya jika Tuhan itu hanya
Allah, mengapa di dunia ini
banyak manusia yang tidak
ber-Tuhan kepada Allah, tetapi mereka tetap hidup, kaya,
banyak anak, dll. Sedangkan
yang ber-Tuhan pada Allah
banyak yang miskin.

Jawabannya dapat anda lihat
pada Hewan. Bukankah
mereka tidak ber-Tuhan sama
sekali bahkan tidak berakal,
tetapi toh mereka bisa hidup,
berkembang biak dan bahagia
dalam kapasitas hewan.

Maksudnya bahwa Allah di
dunia ini tidak pilih-pilih siapa
yang akan diberi rezeki, siapa
yang berusaha dialah yang
mendapatkan rezekinya entah
itu caranya baik atau buruk,
toh nanti semuanya ada perhitungannya
di akhirat..
Apakah dia
beriman atau Kafir. Tapi Allah memberi tahu bahwa Surga hanya untuk
orang-orang yang beriman dan Neraka untuk orang-orang
yang Kafir terhadap Allah. Jadi Allah adil di dunia dan adil di
akhirat!

CATATANNYA.

Agama budha berakar dari
agama hindu, yang mengakui
3 allah (brahma,
siwa dan wisnu), budha
(berarti yang tercerahkan)
pertama adalah
budha gautama, yg mendapatkan pelajaran tentang hidup dari brahma,
1 dari ketiga dewa hindu.

K = Kristen
B = Budha

K = Allah menjelma menjadi manusia

B = manusia menjelma menjadi allah-allah (budha)

K = Allah menyelamatkan
manusia

B = manusia menyelamatkan
dirinya sndr.

Kitab Weda.
Dewanam narakam
janturjantunam narakam
pacuh,
Pucunam narakam nrgo
mrganam narakam khagah,
Paksinam narakam vyalo
vyanam narakam damstri,
Damstrinam narakam visi
visinam naramarane
(Clokantara 40.13-14)

Dewa neraka (menjelma)
mnjadi manusia. Manusia
neraka (menjelma) menjadi
ternak. Ternak menjadi
binatang buas, binatang buas
neraka menjadi burung,
burung neraka menjadi ular,
dn ular neraka menjadi
taring. (serta taring) yg
jahat menjadi bisa (yakni) bisa
yang dapat membahayakan
manusia.





Dalam AlQuran Allah taAla
berfirman.
“Dan katakanlah: “Segala puji
bagi Allah Yang tidak
mempunyai anak dan tidak
mempunyai sekutu dalam
kerajaan-Nya dan Dia bukan
pula hina yang memerlukan
penolong dan agungkanlah
Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya.” (Al Israa’111)

“Allah Pencipta langit dan
bumi, dan bila Dia
berkehendak untuk
menciptakan sesuatu, maka
Dia hanya mengatakan
kepadanya:
“Jadilah!” Lalu
jadilah ia.”
(Al Baqarah:117)

“Dan bertawakkallah kepada
Allah yang hidup kekal Yang
tidak mati”
(AlFurqaan:58)

“Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-
orang yang telah diberi Al
Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah
maka sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya.”( Ali
Imran:19)

“Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang
yg Rugi”( Ali Imran:85 )


Wassalam :)

Kesalahan Fatal Wahabi Tentang Tahlil

Anda Lihat? Wahhabi Benar2 Pengacau; menulis "Derajat Orang Tahlil Lebih Rendah Dari Pelacur" (Sedikit Bantahan Terhadap Mereka)
Bagikan
29 Maret 2010 jam 6:55
Itulah kebiasaan orang-orang wahhabi; membuat kekacauan. Mereka berkedok dengan kata2 manis, mengatakan "kami hanya berpegang teguh kepada al-Qur'an dan Sunnah", "kita perangi TBC (tahayul, bid'ah dan khurafat)", "kami bermadzhab salaf", dan lain sebagainya. Mereka mengaku memerangi bid'ah, tapi sebenarnya mreka sendiri ahli bid'ah. Mereka mengaku hanya berpegang teguh kepada al-Qur'an dan Sunnah, tapi sebenarnya mereka menghancurkan pemahaman al-Qur'an dan Sunnah. Anda lihat, bagaimana mereka membuat judul "derajat orang-orang tahlil labih rendah dari seorang pelacur", A'udzu Billah. Itulah tradisi yang mereka warisi dari pimpinan mereka; Muhammad ibn Abd al-Wahhab, mangklaim sesat dan bahkan mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Hasbunallah.

Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa doa dan istighfar seorang muslim yang masih hidup kepada Allah untuk orang yang telah meninggal dapat memberikan manfaat kepadanya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ (الحشر: 10)

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS. Al-Hasyr: 10)

Al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam al-Adzkar menuliskan:

“Semua ulama sepakat bahwa doa bagi orang-orang yang telah meninggal memberikan manfaat terhadap mereka dan pahala doa tersebut sampai kepada mereka. Mereka mengambil dalil firman Allah QS. Al-Hasyr: 10 (tersebut di atas) dan berbagai ayat lainnya, juga dengan dalil beberapa hadits masyhur di antaranya sabda Nabi:

اللّهُمّ اغْفِرْ لِأهْلِ بَقِيْعِ الغَرْقَد (رواه مسلم)

“Ya Allah ampunilah bagi orang-orang yang dimakamkan di Baqi’ al-Gharqad” (HR. Muslim)
Dan hadits Nabi:
اللّهُمّ اغْفِرْ لِحَيّنَا وَمَيّتِنَا (رواه الترمذي)

“Ya Allah ampuni bagi orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal di antara kami” (HR. At-Tirmidzi)”. (Lihat al-Adzkar: 176)

Demikian juga membaca al-Qur'an di atas kubur juga bermanfaat terhadap mayyit. Dalil Kebolehan membaca al-Qur'an di atas kubur adalah hadits bahwa Nabi membelah pelepah yang basah menjadi dua bagian kemudian Nabi menanamkan masing-masing di dua kuburan yang ada dan Rasulullah bersabda:

لَعَلّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا (رواه الشيخان)

"Semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa kubur selama pelepah ini belum kering".

Dapat diambil dalil dari hadits ini bahwa boleh menancapkan pohon dan membaca al-Qur'an di atas kubur, jika pohon saja bisa meringankan adzab kubur lebih–lebih bacaan al-Qur'an orang mukmin. Al-Imam an-Nawawi berkata: "Para ulama mengatakan sunnah hukumnya membaca al-Qur'an di atas kubur berdasarkan pada hadits ini, karena jika bisa diharapkan keringanan siksa kubur dari tasbihnya pelepah kurma apalagi dari bacaan al-Qur'an" (Lihat dalam al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, j. 3, h. 202). Jelas bacaan al-Qur’an dari manusia itu lebih agung dan lebih bermanfaat daripada tasbihnya pohon. Jika telah terbukti al-Qur’an bermanfaat bagi sebagian orang yang ditimpa bahaya dalam hidupnya, maka mayit begitu juga.
Di antara dalil bahwa mayyit mendapat manfaat dari bacaan al-Qur’an orang lain adalah hadits Ma'qil ibn Yasar:

اقْرَءُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ (رَوَاهُ أبُو داوُد والنّسَائِي وابْنُ مَاجَه وابْنُ حِبّان وصَحّحَه).

“Bacalah surat Yaasin untuk mayit kalian " (H.R Abu Dawud, an– Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban dan dishahihkannya).

Hadits ini walaupun dinyatakan lemah oleh sebagian ahli hadits, tetapi Ibn Hibban mengatakan hadits ini shahih dan Abu Dawud diam (tidak mengomentarinya) maka dia tergolong hadits Hasan (sesuai dengan istilah Abu Dawud dalam Sunan-nya), dan al Hafizh as-Suyuthi juga mengatakan bahwa hadits ini Hasan.
Dalil yang lain adalah hadits Nabi:

يس قَلْبُ القُرءَان لاَ يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ و الدّارَ الآخِرَةَ إلاّ غفرَ لَهُ، وَاقْرَءُوهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ (روَاه أحْمد)

“Yasin adalah hatinya al-Qur’an, tidaklah dibaca oleh seorangpun karena mengharap ridla Allah dan akhirat kecuali diampuni oleh Allah dosa– dosanya, dan bacalah Yasin ini untuk mayit–mayit kalian " (HR. Ahmad)

Ahmad bin Muhammad al Marrudzi (salah seorang murid al-Imam Ahmad ibn Hanbal) berkata : "Saya mendengar Ahmad ibn Hanbal -semoga Allah merahmatinya- berkata: "Apabila kalian memasuki areal pekuburan maka bacalah surat al Fatihah dan Mu'awwidzatayn dan surat al Ikhlas dan hadiahkanlah pahalanya untuk ahli kubur karena sesungguhnya pahala bacaan itu akan sampai kepada mereka" (Lihat al-Maqshad al-Arsyad, j. 2, h. 338-339).
Al Khallal juga meriwayatkan dalam al Jami' dari asy-Sya'bi bahwa ia berkata:

كَانَتِ الأنْصَارُ إذَا مَاتَ لَهُمْ مَيّتٌ اخْتَلَفُوا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ لَهُ الْقُرْءَانَ

"Tradisi para sahabat Anshar jika meninggal salah seorang di antara mereka, maka mereka akan datang ke kuburnya silih berganti dan membacakan al-Qur’an untuknya (mayit)".

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwasanya 'Aisyah -semoga Allah meridlainya- berkata: “Alangkah sakitnya kepalaku”, lalu Rasulullah berkata:

" ذاكِ لوْ كَانَ وَأنَا حَيّ فأ سْتَغْفِر لكِ وأدْعُو لَكِ "

"Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu".

Perkataan Rasulullah " وأدعو لك " (maka saya akan berdoa untukmu) ini, mencakup doa dengan segala bentuk dan macam–macamnya, maka termasuk doa seseorang setelah membaca beberapa ayat dari al-Qur’an dengan tujuan supaya pahalanya disampaikan kepada mayit seperti dengan mengatakan :

اللّهُمَّ أوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ إلَى فُلاَن

"Ya Allah sampaikanlah pahala bacaanku ini kepada si Fulan".

Sedangkan yang sering dikatakan orang bahwa Imam Syafi'i menyatakan bacaan al-Qur’an tidak akan sampai kepada mayyit, maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal - إيصال - (doa agar disampaikan pahala bacaan tersebut kepada mayit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al-Qur’an dengan diakhiri doa Ii-shal - إيصال - dan membaca al-Qur’an di atas kuburan mayit). Imam an-Nawawi mengatakan: "Asy-Syafi'i dan tokoh-tokoh madzhab Syafi'i mengatakan: Disunnahkan dibaca di kuburan mayit ayat-ayat al-Qur’an, dan jika dibacakan al-Qur’an hingga khatam itu sangat baik".
Sebagian ahli bid'ah, seperti kaum Wahhabiyah di masa sekarang, mengatakan tidak akan sampai pahala sesuatu apapun kepada si mayit dari orang lain yang masih hidup, baik doa ataupun yang lain. Perkataan mereka ini bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Adapun bahwa mereka berdalil dengan firman Allah:

وأنْ لَيْسَ للإنْسَانِ إلاّ مَا سَعَى (سورة النجم : 39 )

Maka ini adalah pendapat yang tidak tepat dan harus ditolak karena maksud ayat ini bukanlah menafikan bahwa seseorang mendapatkan manfaat dari apa yang dikerjakan oleh orang lain seperti sedekah dan haji untuk orang yang telah meninggal, melainkan ayat ini menafikan kepemilikan terhadap amal orang lain. Amal orang lain adalah milik orang lain yang mengerjakankannya, karena itu jika ia mau ia bisa memberikan kepada orang lain dan jika tidak ia bisa memilikinya untuk dirinya sendiri. Allah tidak mengatakan tidak bermanfaat bagi seseorang kecuali amalnya sendiri.
Mereka yang menafikan secara mutlak tersebut adalah golongan Mu'tazilah. Imam Ahmad ibn Hanbal pernah mengingkari orang yang membaca al-Qur'an di atas kuburan, namun kemudian sahabatnya (salah seorang murid dekat) menyampaikan kepadanya atsar dari sebagian sahabat yaitu Ibn Umar lalu dia melepaskan pendapatnya tersebut.
Al-Bayhaqi dalam as-Sunan al Kubra meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Ibn Umar menganggap sunnah setelah mayit dikuburkan untuk dibacakan awal dan akhir surat al Baqarah. Salah seorang ulama Madzhab Hanbali, Asy-Syaththi al-Hanbali dalam komentarnya atas kitab Ghayah al-Muntaha, hlm. 260 mengatakan:

"Dalam kitab al-Furu' dan kitab Tashhih al-Furu' dinyatakan: Tidak makruh membaca al-Qur'an di atas kuburan dan di areal pekuburan, inilah yang ditegaskan oleh al Imam Ahmad, dan inilah pendapat madzhab Hanbali. Kemudian sebagian menyatakan hal itu mubah, sebagian mengatakan mustahabb (sunnah). Demikian juga disebutkan dalam kitab al-Iqna'".

Menghidangkan Makanan untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al-Qur’an

Menghidangkan makanan yang dilakukan oleh keluarga mayit untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al-Qur’an adalah boleh karena itu termasuk ikram adl-Dlayf (menghormat tamu). Dan dalam Islam ini adalah sesuatu yang dianjurkan. Sedangkan Hadits Jarir ibn 'Abdillah al Bajali bahwa ia mengatakan :

كُنَّا نَعُدّ الاجْتِمَاعَ إلَى أهْلِ الْمَيت وَصَنِيْعَة الطّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النّيَاحَةِ (رواه أحمد بسند صحيح)

"Kami di masa Rasulullah menganggap berkumpul di tempat mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayit sebagai Niyahah (meratapi mayit yang dilarang oleh Islam)" (H.R. Ahmad dengan sanad yang sahih)

Maksudnya adalah jika keluarga mayit membuat makanan tersebut untuk dihidangkan kepada para hadirin dengan tujuan al Fakhr ; berbangga diri supaya orang mengatakan bahwa mereka pemurah dan dermawan atau makanan tersebut disajikan kepada perempuan-perempuan agar menjerit-jerit, meratap sambil menyebutkan kebaikan-kebaikan mayit, karena inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang di masa jahiliyah, mereka yang tidak beriman kepada akhirat itu. Dan inilah Niyahah yang termasuk perbuatan orang-orang di masa jahiliyyah dan dilarang oleh Rasulullah.
Jika tujuannya bukan untuk itu, melainkan untuk menghormat tamu atau bersedekah untuk mayit dan meminta tolong agar dibacakan al-Qur’an untuk mayit maka hal itu boleh dan tidak terlarang. Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Sahih-nya dari Ibn 'Abbas bahwa Sa'd ibn 'Ubadah ibunya meninggal ketika dia pergi, kemudian ia berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dan aku sedang tidak berada di tempat tersebut, apakah bermanfa'at baginya jika aku menyedekahkan sesuatu yang pahalanya untuknya?, Rasulullah menjawab: "Iya". Lalu Sa'd berkata: “(Kalau begitu) Saya bersaksi kepadamu bahwa kebunku yang sedang berbuah itu aku sedekahkan yang pahalanya untuknya”. (Lihat Shahih al-Bukhari, kitab al-Washaya)

Tahlilan pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya

Tradisi ummat Islam mengundang para tetangga ke rumah mayit kemudian memberi makan mereka ini adalah sedekah yang mereka lakukan untuk si mayit dan dalam rangka membaca al-Qur'an untuk mayit, dan jelas dua hal ini adalah hal yang boleh dilakukan. Sedekah untuk mayit jelas dibenarkan oleh hadits Nabi dalam Sahih al Bukhari. Sedangkan membaca al-Qur'an untuk mayit, menurut mayoritas para ulama salaf dan Imam madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali pahalanya akan sampai kepada mayit, demikian dijelaskan oleh as-Suyuthi dalam Syarh ash-Shudur dan dikutip serta disetujui oleh al Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam Syarh Ihya' 'Ulum ad-Din.

Adapun yang sering dikatakan orang sebagian ahli bid’ah, seperti kaum Wahhabiyyah, bahwa Imam asy-Syafi'i menyatakan bahwa bacaan al-Qur'an tidak akan sampai kepada mayyit maka maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal (doa agar disampaikan pahala bacaan kepada mayyit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayyit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al-Qur’an dengan diakhiri doa Ii-shal dan membaca al-Qur’an di atas kuburan mayyit)". (lihat Syarh Raudl ath-Thalib, Nihayatul Muhtaj, Qadla' al Arab fi As-ilah Halab dan kitab-kitab Fiqh Syaf'i yang lain).

Bahwa berkumpul untuk mendoakan mayit dan membaca al-Qur’an untuknya pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya maka hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Berkumpul di hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah.
2. Berkumpul setelah hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah bagi yang belum. Bagi yang sudah berta'ziyah, berkumpul saja pada hari-hari tersebut bukanlah hal yang mutlak sunnah, tetapi kalau tujuan berkumpul tersebut adalah untuk membaca al-Qur’an dan ini semua mengajak kepada kebaikan. Allah berfirman :

وافْعَلُوا الْخَيْـرَ لَعَلّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (سورة الحج : 77)

"Lakukanlah hal yang baik agar kalian beruntung" (Q.S. al Hajj : 77).

Peringatan:

Anda periksa keluarga anda, terlebih anak-anak anda, jangan sampai memiliki keyakinan seperti pemahaman Wahhabi. Bila anda memiliki anak keturunan yang berkeyakinan seperti faham wahabi bahwa pahala bacaan al-Qur'an tidak bermanfaat bagi mayit, maka anda akan merugi dunia akhirat. Di dunia anda lelah mendidik mereka, tapi begitu anda meninggal mereka sedikitpun tidak mendoakan anda, tidak memberikan manfaat bagi anda, tidak membacakan walau hanya satu kali bacaan surat al-Fatihah. Anda hanya akan dijadikan layaknya "bangkai", dikuburkan, diinjak-injak, dan lalu ditinggalkan begitu saja. A'udzu Billah.

BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH RASULULLAH DAN KHULAFAUR RASYIDIN (PARA SAHABAT)

عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ [رَوَاه داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

 BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH RASULULLAH DAN KHULAFAUR RASYIDIN (PARA SAHABAT)
Abu Najih, Al ‘Irbad bin Sariyah ra. ia berkata : “Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”. kami bertanya ,"Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat" Rasulullah bersabda, "Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah itu sesat." (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
[Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676]

Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat
“Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal). Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa”
Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam.
Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi.
Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai.
Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh .
Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas.
Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara : Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka.
Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat.
Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam.
Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela.
Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan : “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” (QS. Al Anbiyaa’ :2)
Juga perkatan ‘Umar radhiallahu 'anhu : “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih berjama’ah.
Wallaahu a’lam.

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly